Hasil suntingan dari http://himapersis.org/v2/main.php?page=islam.php&p=5&id=45
Penyunting : Sarah Nurul Khotimah
Penyunting : Sarah Nurul Khotimah
Dalam visi besarnya, sebagaimana tercantum dalam Muqaddimah QA-QD, Hima Persis memproklamirkan diri “sebagai wadah pembentuk kader Ulul Albab” yang dirumuskan dalam tujuan ideal organisasi “membentuk insan akademis, pembaharu yang progresif-revolusioner”. Dari visi besar ini, lahirlah falsafah perjuangan Hima Persis, yaitu ilmiah, progresif dan revolusioner.
Trias Politika Hima Persis, yaitu:
- Intelektualitas (sebagai kesadaran gerakan Intelektual)
- Transformasi sosial (sebagai kesadaran gerakan sosial)
- Perubahan iklim politik (sebagai kesadaran gerakan politik etik)
Memaknai Ulul Albab
Terdapat 16 ayat dalam Al-Qur’an. Semua terdaftar dalam bentuk Jamak. Selain Albab, terma lain yang “mirip” adalah terma shadr, qalb, fu’ad, dan al’aql (menggunakan fi’il).
- orang yang di beri hikmah (QS. Al-Baqarah: 269)
- orang yang mengambil pelajaran dari sejarah terdahulu (QS. Yusuf: 111)
- kritis dalam mendengarkan pemikiran orang lain, tidak taklid (QS. Az-Zumar: 18)
- bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu (QS. Ali-Imran: 7)
- senantiasa merenungkan ciptaan Allah di langit dan bumi (QS. Ali-Imran: 190)
- sanggup mengambil pelajaran dari kitab Allah (QS. Shad: 29; QS. Gafir: 54)
- senantiasa konsisten –walau sendirian- dalam mempertahankan keyakinan dan tidak terpesona dengan bilangan banyak dalam kejelekan (QS. Al-Maidah: 100)
- berusaha menyampaikan peringatan Allah kepada masyarakat dan mengajari mereka prinsip tauhid (QS. Ibrahim: 52)
- memenuhi janji kepada Allah, menyambungkan apa yang diperintahkan oleh Allah, bersabar, memberi infaq, dan menolak kejelekan dengan kebaikan (QS. Ar-Ra’d: 19-22)
- bangun tengah malam dan mengisinya dengan ruku & sujud (QS. Az-Zumar: 9)
- banyak berdzikir (QS. Ali-Imran: 190-191)
- hanya takut pada Allah saja (QS. At-thalaq: 10; QS. Ar-Ra’d: 21)
Secara terminologis, kata Ulu adalah bentuk jamak yang berarti “si pemilik” (laki). Uulaatu (shohibaatu) untuk perempuan. Albab adalah jamak dari Lubb, yang bermakna inti, isi, sari, terpenting atau terbaik. Bisa juga mempunyai pengertian akal/ hati.
Lubab adalah intisari dari segala sesuatu, murni bersih atau pilihan. Lubb terkandung makna aktif; mengeluarkan isi, bagian dalam dari sesuatu. Bisa juga bermakna dinamis; menyaring atau proses memilik sesuatu hal. Lubb juga bermakna pemikiran jernih yang terbebas dari kekeliruan dalam berpikir.
Berpikir murni inilah yang melatarbelakangi firman Allah (QS. Al-baqarah: 269) mengaitkan kata hikmah dengan Ulul Albab. Keistimewaan-keistimewaan Ulul Albab melingkar dalam kepemilikan hikmah, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Jadi Ulul Albab ialah orang-orang yang memiliki akal murni yang tidak di selubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan dalam berpikir .
Prof. Wahbah Juhaili memaknai Ulul Albab dengan Ashab al-’Uqul (komunitas orang-orang cerdas)
Dalam terminologi tasawuf, mengenal istilah Shadr, Qalb, Fu’ad, dan Lub. Keempat istilah ini, dijadikan beberapa tingkatan hati, adalah
- Shadr; hati yang paling luar, lebih dekat hubungannya dengan otak. Dada (shadr), sebagai lingkaran terluarnya, mewadahi cahaya Islam (praktik ibadah dan amal shaleh). Ia adalah inti dari tindakan. Sebagai bagian terluar, seperti halnya halaman rumah, telaga, tidak terbebas dari aman, bersih, dan kenyamanan, selalu saja ada gangguan. Melalui tingkatan inilah tempat masuk dan keluarnya kebaikan dan keburukan. Ia akan datang dan pergi.
- Qalb, adalah tempat tempat pengetahuan yang lebih mendalam dan keimanan terhadap ajaran spritual dan keagamaan yang murni. Di sinilah letaknya cahaya iman. Ia juga tempat kesadaran kita akan kehadiran Tuhan; sebuah keadaran yang mengarahkan kita pada transformasi pemikiran dan tindakan. Namun keimanan dalam hati (qalb), kadang bisa saja meningkat dan melemah.
- Fuad sebagai hati-lebih-dalam mewadahi cahaya makrifat ayau pengetahuan akan kebenaran spiritual. Seakan merasakan kehadiran Tuhan dengan sangat jelas, seakan-akan kita melihat Tuhan berada di hadapan kita. Dan inti dari lapisan itu adalah lubb.
- Lubb adalah tempat cahaya tauhid. Ia berada di luar kata-kata, teori-teori (meta-teori), dan pemikiran-pemikiran. Dari lubb inilah terpancar kebaikan, kebajikan, dan kebijakan. Albab digunakan dalam Al-Qur’an dalam bentuk jamak. Ini menunjukkan kepada intisari yang berkumpul dari beberapa satuan; semua berkumpul dalam muara lubb. Dan tiap satuan-satuan itu memiliki turunan lainnya. Seperti halnya penggunaan kata ‘alamin (alam semesta) yang meliputi padanya bumi, langit, beserta isinya meliputi benda-benda angkasa. Demikian pula dengan terma ulul albab.
Paradigma gerakan
Maka puncak dari kesadaran ulul albab adalah TAUHIDULLAH. Keesaan Tuhan pun harus difahami sebagai keesaan kehidupan, yakni tidak ada pemisahan antara spiritualitas dan materialitas, keagamaan dan keduaniawian, sosial dan individual. Tauhid seharusnya dipandang sebagai jaringan relasional antara Islam sebagai spiritual dan Islam sebagai sosial. Atau yang sering kita kenal dengan istilah “tauhid sosial”.
Hassan Hanafi mengatakan, ketika ada kerusakan fungsi jaringan, maka keseluruhan fungsi itu tidak berjalan, kemudian manusia tidak bisa menghadirkan pandangan dunia tauhid. Hampir semua ayat tentang ulul albab ini mencerminkan semangat tauhid yang terpancar dalam gerakan sosial dan keilmuan (qauliyah-kauniyah). Singkat kata semangat tauhid harus meng-idolog. Di sinilah konsep Islam sebagai ideologi. Sepakat dengan Hassan Hanafi bahwa term aslama (Islam) memeiliki dua arti yaitu menyerahkan diri kepada Allah, dan bukan menyerahkan diri pada kekuasaan lain. Kedua, sebuah penerimaan kekuasaan yang transendental, Allah.
Falsafah perjuangan dan Trias Politika Hima Persis
Ilmiah >> Intelektualitas
QS. Az-Zumar: 18, QS. Ali-Imran: 7, QS. Ali-Imran: 190-191, QS. Ali-Imran: 190
Melakukan riset keilmuan terhadap ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah. Artinya tidak tabu dengan disiplin keilmuan yang akan diterima. Dengan begitu, ia mampu bersaing dan menumbuhkan jiwa keilmuan dalam dirinya, tidak inferior di hadapan orang lain, serta mampu menghasilkan penemuan-penemuan baru baik dalam riset dan teknologi.
QS. Shad: 29; QS. Gafir: 54, QS. Yusuf: 111
Desakan sejarah, fakta keterbelakangan umat Islam dan keilmuan dan riset, dan tantangan masa depan yang penuh dengan dinamika intelektualis. Dengan kesadaran inilah, komitmen intelektual menjadi tidak terbantahkan. Sehingga menjadi watak/karakter kader yang ILMIAH melalui kerja-kerja INTELEKTUALITAS. Untuk itu, missi pertama Hima Persis adalah “membentuk kader-kader ulama intelektual”. Maka bagi kita; TIADA HARI TANPA BERDISKUSI.
Progresif – Revolusioner >> Transformasi Sosial - Perubahan Iklim Politik
Kader ulul albab selalu tegak berdiri di tengah-tengah umat mengasah kepekaan sosial, memperbaiki ketimpangan sosial dengan melakukan pendampingan, pembinaan, advokasi, melakukan kerja-kerja sosial, investasi sosial, dan melakukan pengabdian sosial. QS. Ar-Ra’d: 19-22, QS. Az-Zumar: 9, QS. Al-Baqarah: 197
Dengan demikian, kader Hima Persis adalah kader sosial yang teguh dengan pendirian keyakinanannya, konsisten dengan kemampuan manajerialnya untuk memimpin masyarakat, melakukan pengabdian, dan melakukan pencerdasan yang massif di tengah-tengah masyarakat. Dengan kesadaran sosial inilah, komitmen sosial harus digelindingkan. Sehingga dapat menjadi watak kader yang PROGRESIF berfikir maju dan berwawasan masa depan melalui kerja-kerja TRANSFORMASI SOSIAL.
Untuk itu, missi kedua Hima Persis adalah “Membentuk kader-kadernya sebagai agen pembaharu”. Maka bagi kita; TIADA HARI TANPA BERORGANISASI.
Kader Hima Persis harus peka menyoal persoalan kebangsaan. Gelisah dengan moralitas bangsa yang bobrok, kritis terhadap kebijakan negara yang cenderung memarjinalkan dan merugikan ummat, dan melakukan kerja-kerja politik etik di hadapan penguasa. PERUBAHAN IKLIM POLITIK harus lebih mensejahterakan dan tidak memasung hak-hak warga. Untuk itu, missi ketiga Hima Persis adalah “Melakukan amar ma’ruf nahyi munkar”. Maka bagi kita; TIADA HARI TANPA MENGABDI.
Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan di atas, bahwa keistimewaan-keistimewaan Ulul Albab bermuara dan melingkar dalam ”hikmah” (kebijaksanaan). Inilah puncak tertinggi tertinggi gelar kita. Kata al-Hikmah dalam al-Quran disebutkan 20 kali di tempat yang berbeda. Diantaranya QS. al-Baqarah:269, QS. an-Nahl:125, QS. al-Ahzab:34, QS. Shad:20, QS. Ali Imran:164, dan QS. an-Nisa:54.
Makna al-Hikmah dalam bahasa Arab berarti besi kekang atau besi pengekang, yaitu pengendali. Hikmah dalam pengertian bahasa (etimologis) ini kemudian digunakan sehingga hikmah diartikan sebagai “sesuatu yang dapat mengendalikan manusia agar tidak bertindak dan melakukan perbuatan, perilaku, dan budi pekerti yang rendah, tercela, dan tidak terpuji”.
Ibnu Mandzur dalam Lisan al-Arab , menjelaskan bahwa hikmah mengandung makna ketelitian dan kecermatan dalam ilmu dan amal. Orang yang memiliki hikmah dalam arti tersebut akan terhindar dari kerusakan dan kezaliman, karena hikmah adalah ilmu yang sempurna dan bermanfaat. Al-Bazdawi pun mengatakan demikian, begitu pula dengan pendapat Malik dalam kitabnya, Mukhtashar Jami’ Bayan al-Ilm wa Fadhlih .
Muhammad Rasyid Ridha : hikmah adalah pengetahuan mengenai akibat, hakikat, manfaat, dan faidah dari sesuatu. Pengetahuan tersebut mendorong pemiliknya untuk melakukan sesuatu yang baik dan terpuji secara baik dan benar.
Ibnu Sina : hikmah adalah usaha untuk menyempurnakan diri manusia dengan bentuk konsep-konsep tentang segala sesuatu serta pengujian hakikatnya, baik secara teoritis maupun praktis-empiris sesuai dengan kemampuan manusia.
Al-Raghib al-Isfahani : hikmah adalah perolehan kebenaran dengan perantaraan ilmu dan akal yang berasal dari Allah dan manusia. Jika berasal dari Allah, ia adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada dan kebenarannya itu benar. Jika berasal dari manusia, ia merupakan pengetahuan tentang segala yang ada serta pengamalannya dalam berbagai kebajikan. Sebagaimana tersirat dalam QS. Shad : 20.
Imam al-Maraghi : hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, membekas dalam diri yang bersangkutan. Sehingga ilmu tersebut mengarahkan kehendak untuk mengamalkan apa yang telah dianjurkan, yang hal ini akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Hikmah yang terkandung dalam ayat di atas adalah orang yang diberi ilmu (pengetahuan) dan berusaha mencapai kesempurnaan diri dengan mengamalkannya sehingga ia memperoleh faedah dan manfaat di dunia dan akhirat; UNTUK ALLAH, MANUSIA, DAN ALAM SEMESTA.
Sehingga sampailah kepada tujuan kiprah Hima Persis, yaitu membentuk insan akademis pembaharu yang progresif-revolusioner sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan diridlai Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar